Another Templates

Pages

Minggu, 27 November 2011

Menganalisis dan Memahami Tipologi Pendengar Radio di Dalam Era Globalisasi


Nama : Yogie Prasetyo Adi
NIM   : 201010040311199
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Sudah sejak lama radio dikenal sebagai media yang memasyarakat, praktis dan sederhana. Penyampaian pesan yang dilakukan oleh penyiar di radio juga dapat menghidupkan suasana menjadi lebih akrab. Ikatan emosional pendengar akan dapat mudah terbentuk dibandingkan dengan media lainnya. Walaupun banyak media massa lainnya yang mengalami perkembangan sangat pesat, namun radio masih mempunyai tempat dihati pendengarnya sebagai sarana hiburan, informasi, dan promosi.
Negara Indonesia yang mempunyai jangkauan wilayah yang luas dan ditambah dengan masyarakatnya yang agraris dirasa dapat menjawab kebutuhan masyarakat tentang media komunikasi yang dapat menjangkau berbagai kalangan. Dalam perkembangannya, radio sangatlah dekat dengan masyarakat tradisional dan kawula muda. Hal ini tidak lepas dari sejarah perkembangan radio di Indonesia yang begitu erat kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih Kemerdekaannya.
Pada masa penjajahan, radio tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya. Pada saat itu radio hanya berfungsi sebagai kepentingan dagang. Namun setelah masa penjajahan berakhir, sedikit demi sedikit fungsi radio mulai berkembang menjadi media informasi, hiburan dan promosi. Mengingat lamanya radio sudah dikenal masyarakat, maka tidak heran jika peminat radio pada saat itu terus meningkat.
Bahkan di era globalisasi seperti sekarang, peminat Radio tidak pernah berkurang. Padahal jika diamati lebih mendalam, banyak media-media yang lebih canggih dan mempunyai fitur yang lebih lengkap dibandingkan dengan radio. Sebut saja, televisi. Banyak televisi canggih saat ini menjamur di pasar Indonesia. Tidak hanya mengandalkan audio, visualnya pun juga lebih meyakinkan bila dibandingkan dengan radio. Ada juga Internet, dengan internet semuanya bisa diketahui. Bahkan kita tidak perlu membuka koran ataupun telivisi untuk mencari informasi. Dengan Internet semuanya dapat kita ketahui.
Hal itulah yang mendasari dibentuknya makalah ini, yaitu untuk mengetahui tipologi pendengar radio dan apa saja yang menjadi daya tarik pendengar radio di Era Globalisasi sekarang ini.

1.2 Rumusan Masalah
11.)    Sejarah Perkembangan Radio di Indonesia
22.)    Faktor-faktor penunjang Efektivitas Siaran.
33.)    Tipologi pendengar radio
44.)    Format siaran radio di Era Globalisasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Radio di Indonesia
Keberadaan radio Indonesia mempunyai hubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, yaitu pada masa penjajahan hingga masa perjalanan menjadi masyarakat demokratis. Pada massa penjajahan, radio swasta yang dikelola asing hanya menyiarkan program untuk kepentingan dagang. Sedangkan radio swasta yang dikelola oleh masyarakat pribumi menyiarkan tentang kebudayaan dan kepentingan pergerakan semangat kemerdekaan. Namun pada kependudukan Jepang tahun 1942, semua stasiun radio dikuasai oleh Jepang, program-program siaran radio dialihkan pada propaganda perang Asia Timur. Namun sejak terdengar Jepang menyerah kalah tanpa syarat kepada tentara sekutu, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaannya.
Saat itulah Indonesia berkesempatan menyiarkan proklamasinya di radio luar negeri yang ada di Bandung yang pertama diperdengarkan di Australia. Namun tidak lama setelah itu, akhirnya para pejuang kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya pada 11 September 1945  mempunyai radio nasional yang dinamakan Radio Republik Indonesia (RRI). Dan saat itulah prokklamasi kemerdekaan mulai dikumandangkan melalui radio kepada seluruh rakyat Republik Indonesia.  Namun fungsi radio pada massa perjuangan berubah ketika zaman orde baru, pada peralihan presiden Soekarno ke presiden Soeharto atau yang lebih dikenal dengan perubahan Orde Lama ke Orde Baru.
Pada peralihan tersebut banyak muncul radio amatir, radio amatir adalah seperangkat pemancar radio yang dipergunakan seseorang untuk berhubungan dengan penggemar lainnya. Selain hal itu pada orde baru banyak muncul radio swasta di Indonesia. Adapun peraturan bagi radio non-pemerintah untuk menjalankan fungsi sosial, yaitu sebagai alat pendidik, alat penerangan, dan alat hiburan. Sejak massa orde baru inilah peran serta radio sangat bermanfaat dalam membangun masyarakat yang haus akan berita dan hiburan.

Secara historis perkembangan radio di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut (Masduki, Menjadi broadcaster profesional,2004, hal 3) :

Periode
Misi Siaran
Teknologi
1925-1940­-an
Alat perjuangan anti kolonialisme Belanda, Jepang, dan Sekutu
Amatir /AM
1950-1960-an
Alat mobilisasi ideologi rezim otoriter Orde Lama dan Orde Baru
Amatir/AM
1970-1980-an
Alat mobilisasi pembangunan, sarana berbisnis, dan hiburan
Profesional/FM,AM
1990-an - sekarang
Medium bisnis, hiburan, pencerahan publik, dan demokratisasi
AM,FM, Internet-satelit, jaringan.


2.2 Faktor Penunjang Efektivitas Siaran
Radio dikatakan berhasil dalam siaran jika banyak khalayak mendengarkan program-program dari radio tersebut. Radio siaran sering juga diberi julukan “the fifth estate” disebabkan daya kekuatannya dalam mempengaruhi massa khalayak. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor, yakni (Effendy, Uchjana, Onong, 1991, hal 74-80) :
2.2.1 Daya Langsung
Untuk mencapai sasarannya, yakni pendengar, isi programa yang akan disampaikan tidaklah mengalami proses yang kompleks. Hal ini bisa dirasakan kemanfaatanya oleh kita, Bangsa Indonesia, baik semasa revolusi sedang berkecamuk maupun setelah kita merdeka sampai sekarang. Bisa diambil kesimpulan bahwa manfaat besar dari radio siaran dapat dirasakn oleh segenap penduduk dunia.
Hal ini bebeda jauh dengan surat kabar. Peristiwa tertembak matinya Presiden Kennedy memerlukan waktu lama untuk dapat diketahui oleh rakyat Amerika maupun penduduk dunia secara aktual. Hal ini dikarenakan pemberitaan melalui surat kabar  harus disusun secara panjang, diset, dikoreksi, dicetak diangkut kepada agen-agen dan dari agen baru disebarkan kepada para pembaca. Dengan medium radio tidak melalui proses yang banyak . Setiap berita dapat langsung disiarkan dan ditangkap oleh para pendengar. Bahkan manfaat radio siaran “langsung” bukan hanya disitu saja. Suatu peristiwa dapat diikuti oleh para pendengar pada saat peristiwa berlangsung. Pidato Presiden , upacara Hari Kemerdekaan, pertandingan sepak bola, siaran mesjid/gereja dan lain-lain dapat diikuti di saat peristiwa itu berlangsung.

2.2.2 Daya Tembus
Faktor lain yang menyebabkan radio dianggap memiliki kekuatan adalah daya tembus radio siaran, dalam arti kata tidak mengenal jarak dan rintangan . Selain waktu jarakpun bagi radio siaran tidak menjadi masalah. Bagaimanapun jauhnya tempat yang dituju , dengan radio siaran dapat dicapai. Gunung-gunung, lembah-lembah, padang pasir rawa-rawa maupun lautan semuanya tidak menjadi rintangan bagi radio siaran.
Faktor ini juga berperan besar dalam meraih Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pada saat Jepang menyerah pada Sekutu, kabar pertama menyerahnya Jepang tersebut diperole melalui siaran radio Amerika yang sampai pada Indonesia. Karena faktor itulah, poklamasi segera dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Dan proklamasi tersebut disiarkan melalui siaran radio  Bandung sehingga dapat diketahui oleh bangsa-bangsa lain. Karena sifat radion siaran itulah pula, maka bagi rakyat Indonesia yang menghuni ribuan pulau itu radio akan tetap berperan penting.

2.2.3  Daya Tarik
Faktor berikutnya yang menyebabkan radio siaran mempunyai kekeuasaan, ialah daya tariknya yang kuat yang dimilikinya. Daya tarik ini ialah disebabkan sifatnya yang serba hidup berkat tiga unsur yang ada, yakni : (1) Musik, (2) Kata-kata, (3) Efek suara (Sound Effects).
Tidak mengherankan jika akhir-akhir ini radio transistor telah menyerbu pedesaan dan dusun-dusun. Di dataran pedesaan dan pegunungan serta lembah-lembah terdapat transistor. Sebab memang bagi penduduk tempat terpencil radio transistor merupakan alat yang dapat memberikan hiburan, penerangan ,dan informasi. Dalam fungsinya sebagai sarana peneranggan dan pendidikan,radio siaran dapat menyajikan warta berita atau ceramah-ceramah yang bermanfaat..
Tulang punggung siaran radio siaran adalah musik. Orang menyetel pesawat radio terutama untuk mendengarkan alat musik, karena musik merupakan hiburan. Karena itulah maka petugas radio siaran berusaha agar segala macam programa menjadi bersifat hiburan. Berbagai programa diolah dan diberi ilustrasi. Selain warta berita (straight newscast) juga disajkan acara-acara pemberitaan yang diolah dan dihiasi musik beserta efek suara.
Ketiga faktor itulah, yakni daya langsung, daya tembus, dan daya tarik, yang menyebabkan radio diberi julukan “the fifth estate”
2.3 Tipologi Pendengar Radio
Ada tiga pihak yang berinteraksi dalam siaran radio. Pertama, penutur yang terdiri atas DJ, penyiar, reporter, penulis naskah  editor dan sebagainya. Kedua, pendengar yang terdiri atas pendengar aktif dan pendengar pasif. Ketiga, pesawat radio sebagai penerima siaran dengan beragam klasifikasi dan ukuran. Dari ketiganya, pendengar adalah pihak yang paling penting dalam konteks komunikasi siaran.
Menurut perspektif ekonomi, pendengar adalah konsumen produk siaran. Mereka mereka mengkonsumsi sebuah produk siaran berdasarkan ketersediaan waktu dan akses yang mudah terhadap pesawat penerima siaran radio. Pendengar akan mampu mengembangkan imajinasinya karena dua hal  yaitu (1) Referensi pengalaman yang mereka miliki terhadap suatu mater siaran, (2) referensi pikiran, kedekatan, dan ketajaman pikiran terhadap sebuah masalah yang sedang disiarkan. Kedua hal ini juga mutlak dimilki oleh seorang penyiar sebab ia harus menjadi “mata hati dan juru bicara pendengar”. Kemampuan memberikan gambaran dari tuturan kalimat yang diucapkan penyiar akan membantu pendengar agar tetap menyimak sebuah acara.
Menurut kelas sosialnya, pendengar dapat dibagi dua dengan karakteristik yang masing-masing berbeda. Pertama, kelas menengah ke atas. Mereka memiliki pandangan jauh ke depan, berpikir rasional, percaya diri, mau mengambil resiko dan selera pilihannya beragam. Kedua, kelas menengah ke bawah. Pandangan mereka terhadap hari ini dan kemarin terbatas, pikiran sempit, cara berpikir konkret dan non rasional (mistis dan sejenisnya) dan mempunyai selera pilihan terbatas.
Dalam interaksinya dengan radio, ada enam macam perilaku pendengar. Pertama, rentang konsentrasi dengarnya pendekkarena menyimak radio sambil mengerjakan berbagai kegiatan lain. Kedua, perhatiannya dapat cepat teralih oleh orang atau peristiwa di sekitarnya karena baginya radio merupakan ”teman santai”. Ketiga, tidak bisa menyerap informasi banyak dalam sekali dengar karena dayya ingat yang terbatas akibat dari aktifitas pendengaran yang selintas. Keempat, lebih tertarik pada hal-hal yang mempengaruhi kehidupan mereka secara langsung. Kelima, secara mental dan literal mudah mematikan radio, Keenam, umumnya pendengar tidak terdeteksi secara konstan sehingga sulit untuk mengetahui apakah mereka pintar, heterogen dan tidak fanatik.
Menurut skala partisipasi terhadap acara siaran, ada empat tipologi pendengar yakni (Masduki, 2004, hal 20) ;
Tipologi
Pengertian
Pendengar Spontan
Bersifat kebetulan. Tidak berencana mendengarkan siaran radio atau acara tertentu. Perhatian mudah teralih pada aktivitas lain.
Pendengar Pasif
Suka mendengarkan siaran radio untuk mengisi waktu luang dan menghibur diri, menjadikan radio sebagai teman biasa.
Pendengar Selektif
Mendengar siaran radio pada jam atau acara tertentu saja, fanatik pada sebuah acara atau penyiar tertentu, menyediakan waktu khusus untuk mendengarkannya.
Pendengar Aktif
Secara reguler tak terbatas mendengarkan siaran radio, apapun, dimanapun, dan aktif berinteraksi melalui telepon. Radio menjadi sahabat utama, tidak hanya pada waktu luang.


2.4 Format siaran radio di Era Globalisasi
Radio mempunyai karakter tersendiri, berbeda dengan media yang lainnya. Milton mengatakan, ”Radio mempunyai kekuatan untuk meilah-milah khalayaknya dalam segmen-segmen yang kecil, dalam segmen kelompok umur, keanggotaan keluarga, perolehan pendapatan maupun pendidikan.” (Milton 1982). Kehandalan radio di sektor ini terlihat pada segmenasi khalayak radio swasta di Jakarta seperti Prambors, misalnya segmennya adalah remaja SMP dan SMA. Begitu juga dengan radio lainnya yang megkategorikan segmen yang berbeda pula.
Kekuatan radio yang lain adalah kenyataannya sebagai media “half ears media” artinya mendengarkan radio bisa “disambi” dengan kegiatan lain termasuk di kendaraan saat di jalan raya. Di kota-kota besar yang sering menghadapi kemacetan lalu lintas, radio merupakan satu-satunya media yang bisa dinikmati oleh pengendara kendaraan.
Kenneth Roman menyebut empat keunggulan radio yakni ( Ishadi, 199, hal 141) : (1) Kemampuannya untuk mengembangkan imajinasi dengan bantuan audio. (2) Kemampuan selektifitas dalam memilih program maupun segmen khlayaknya. (3) Fleksibelitas, artinya sangat mudah untuk dibawa pergi dan menjadi teman diberbagai kesempatan dan suasana. (4) Sifatnya amat personal, ia menjadi medium yang amat efektif dalam memberi kontak-kontak antar pribadi yang diliputi oleh sifat kehangatan, keakraban dan kejujuran.
Dengan berbagai sifat yang merupakan keunggulan dari radio ini, bisnis radio senantiasa mempunyai peluang untuk berkembang. Ditambah lagi dengan investasi dan production cost yang relatif lebih rendah dibanding media lain, telah membuat radio berkesempatan untuk berkembang. Berbicara tentang bisnis radio di Indonesia, maka kita harus membuka lembaran sejarah awal Orde Baru ketika radio digunakan sebagai alat perjuangan oleh anggota KAMI, KAPPI, KASI serta laskar AMPERA Arif Rachman Hakim.  Pada waktu itu media radio merupakan media yang paling mudah dan efektif digunakan. Setelah Orde Baru berhasil memenangkan perjuangan politik, perlahan radio siaran merubah perannya menjadi usaha bisnis dengan menjual jam siaran untuk penayangan iklan.
Waktu itu situasi dipermudah oleh kenyataan bahwa bisnis secara umum berkembang dengan amat cepat dan program kegiatan pembangunan meningkat. Pada tahun 80-an ketika era deregulasi di sektor bisnis khususnya perbankan meningkat, radio swasta melakukan offensif pemasaran dan berhasil. Momentum radio sebagai usaha bisnis “low cost” berakhir diganti dengan era bisnis radio dengan perangkat canggih, super stereo dan pemancar berkekuatan besar. Sejak saat izin baru untuk radio siaran , khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang , Yogyakarta, telah tertutup. Akibatnya nilai izin radio khususnya FM melonjak sampai mencapai sembilan digit rupiah.
Tanggal 9 Desember 1993 di Jakarta telah ditandatangani  pembuatan satelit DBS (Direct Broadcasting Satellite). Rencananya semua radio akan diberikan fasilitas teknologi digital. Penerima siaran radio akan menikmati kualitas suara radio sama dengan kualitas Compact Disc (CD). Praktis tak ada “noise” sama sekali dalam cuaca apa pun, suara menjadi sejenis super stereo. Tidak hanya satellite tersebut (indostar) yang akan menawarkan teknologi digital. Palapa generasi C3 yang akan diluncurkan pada tahun 1997 juga menawarkan pemancar radio digital dari satelit.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Radio sesuai dengan sifat teknologinya akan tetap merupakan media untuk kepentingan komunikasi lokal. Sebagai “half earing media”, pangsa khalayak pendengar radio ditujukan pada sela-sela waktu pendengar diantara berbagai kesibukan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi tipologi pendengar radio, yaitu dilihat dari segi kelas sosial dan tergantung dari perilaku Si pendengar radio. Namun setiap orang bisa juga tergolong dalam tipologi pendengar radio, yaitu bisa sebagai pendengar spontan, pendengar pasif, pendengar selektif dan pendengar aktif.
Pengaruh globalisasi juga mempengaruhi radio di Indonesia. Hal ini terbukti ketika  adanya fasilitas teknologi digital. Penerima siaran radio akan menikmati kualitas suara radio sama dengan kualitas Compact Disc (CD). Dengan hal ini dimaksudkan agar media radio tetap setara dan dapat menyeimbangkan dengan media-media yang lain yang berkembang pesat di Era Globalisasi.

Daftar Pustaka
·         Ishadi. 1999. Dunia Penyiaran, prospek dan tantangannya. Jakarta. PT Garamedia Pustaka Uutama.
·         Effendy, Uchjana, Onong. 1990. Radio Siaran, Teori dan Praktek. Bandung. Mandar Maju.
·         Masduki. 2004. Menjadi Broadcaster Profesional. Yogyakarta. Pustaka Populer LkiS.



6 komentar:

Saya setuju dengan pendapat kamu kawan..
Tp memang radio saat ini tdk sepopuler zman dlu..

menurut saya radio itu masih populer,karna kalau memang radio sudah tidak populer lagi,tidak mungkin stasiun radio baru banyak bermunculan, ,

saya setuju dngan pendapat kamu kwan, tp memang radio tdk sepopuler d zaman dahulu

201010040311209 rizki silvia

angga rarastya
08220115 (ikom D)

radio masih sangat penting perannya dikalangan pekerja kantoran dimana melalui radio mereka bisa mendapat info-info tentang kemacetan tanpa mengganggu proses mengemudi. ditambah lagi radio mulai memberitakan hal-hal tentang bisnis dan valas yang memungkinkan pendengar untuk menyimak tanpa mengganggu pekerjaan yan gsedang berlangsung.

jadi radio masih penting, namun segmentasinya yang perlu diperhatikan. :)

DODY FADILLAH RACHMAN
201010040311012

yaw itulah orang indonesia, ingin mencari yang instan n mudah untuk dipahami secara langsung. contohnya saja pada mobil, saat ini orang lebih memilih mobil yang ada dvd dr pda radio dan tv pun bs di pasang pda mobil. dsinilah klihatan efek-efek globalisasi.

weh radio masih keren tau...
malahan banyak yang cari radio2 jadul
q aja msih suka dengerin radio
apa lagi kalo campur sari..
fahmi muhammed
201010040311004

Posting Komentar